Rabu, 29 Juni 2016

LP TBC Paru

I. Anatomi Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru meliputi 2 bagian yaitu :
1. Saluran pernafasan bagian atas (upper respiratory Airway).
Secara umum fungsi utama dari saluran pernafasan atas adalah:
-Air conduction kepada saluran nafas bagian bawah untuk pertukaran gas.

-Protection saluran nafas bagian bawah dari benda asing. Warming filtration dan humadification dari udara yang inspirasi. Terdiri dari :

a) Hidung (cavum nasalis), Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung

b)Sinus paranasalis, Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.Dinamakan sesuai dengan tulang dimana dia derada terdiri atas sinus frotalis,sinus etmoidalis,sinus spenoidalis,dan sinus maksilaris.Fungsi dari sinus adalah membantu menghangatkan dan humidifikasi,meringankan berat tulang tengkorak,serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.

c) Faring (tekak), adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).

d) Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membrane

2.Saluran pernafasan bagian bawah (lower airway).
Ditinjau dari fungsinya umum, saluran pernafasan bagian bawah terbagi menjadi:

a) Trakea
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot

b) Bronkus dan bronkiolus
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.

c) Alveoli
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas sinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus yang melapisi rongga toraksdipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.

Paru paru
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikn. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

II. Pengertian
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah (Sylvia A. Price & Wilson,2006).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. (Smeltzer & Bare, 2002)
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala bervariasi (Mansjoer,1999).
Menurut Price ( 2005 ) tuberculosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang penyebarannya melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.
TBC paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru, disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. ( Irman Somantri, S,Kp. M. Kep. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan pada Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika)
Jadi tubercolusis paru atau koch pulmonal adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan mycobacterium tuberculosis dan pembentukan granuloma pada daerah yang terinfeksi dengan gejala yang bervariasi.

III. Etiologi
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil mycobacterium tuberculosis tipe humanus,sejenis kuman yang berbentuk panjang 1-4mm dan tebal 0,3-0,6mm.Terdiri atas lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam,gangguan kimia dan fisik.Kuman ini tahan pada udara kering dan keadaan dingin (lemari es) dan sifatnya dormant yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Dan juga bersifat aerob.
Tuberculosis paru merupakan infeksi saluran penting pernafasan.Basil mycobacterium masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran nafas (dropplet infection) sampai alveoli an terjadilah infeksi primer (Ghon) kemudian ke kelenjar getah bening,terjadilah primer kompleks yang disebut Tuberculosis Primer.Sebagian besar mengalami penyembuhan .Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhdap basi mycobacterium,pada usia 1-3 th.Sedangkan Tuberculosis Post Primer(reinfection) adalah peradangan terjadi jaringan paru oleh karena penularan ulang.

IV. Klasifikasi TBC paru

Tuberkulosis pada manusia ditemukan dalam 2 bentuk yaitu :

Tuberkulosis primer
Adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB.Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran pernafasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernafasan,maka bakteri akan ditanggkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli.Jika pada proses ini,bakteri ditanggkap oleh makrofag yang lemah,maka bakteri akan berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag.Dari proses ini,dihasilkan bahan kemotaksis yang menarik monosit (makrofag) dari aliran darah embentuk tuberkel.Sebelum menghancurkan bakteri makrofag harus diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan oleh limfosit T. Tidak smua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama.Ada makrofag yang berfungsi pembunuh,pencerna bakteri,dan merangsang limfosit.Beberapa makrofag menghasilkan protease elastase,kolagenase,serta colony stimulating faktor untuk merangsang produksi monosit dan granulosit pada sumsum tulang.Bakteri TB mwnyebar melalui saluran perrnafasan melalui getah bening regional (hilus) membentuk epitiolit granuloma.Granuloma mengalani nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitifitas seluler (delayed hipersensitifity) terhadap bakteri TB.Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin.Hipersensitifitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal dari lifosit dan makrofag.
Bakteri TB yang berada dalam alveoli akan membentuk fokus lokal (fokus ghon),sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfa denopati bertempat di hilus (kompleks primer ranks)dan disebut juga TB primer.Fokus primer paru biasanya bersifat unilateral dengan sub pleura terletak di atas atau di bawah sifura interlobaris,atau di bagian basal dari lobus inferior.Bakteri ini menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai organ.Jadi TB primer merupakan infeksi yang bersifat sistematis.

Tuberkulosis sekunder
Telah terjadi resolusi dari infeksi primer,sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut.Sebanyak 90% diantaranya tidak mengalami kekambuhan.Reaktifasi penyakit TB (TB paca primer/TB sekunder) terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme,keganasan,silikosis,DM,dan aids.
Berbeda dengan TB primer pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan orga lainnya jarang terkena,lesi lebih terbatas dan terlokalisasi.Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma,mirip dengan yang terjadi pada TB primer.Tetapi,nekrosis jaringan lebih mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut tuborkulema. Plotease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan menybabkan pelunakan bahan kaseosar. Secara umum, dapat dikatakan bahawa terbentuknya kafisatas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas.
TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen , terutama pada usia tua dengan riwayat massa muda pernah terinfeksi bakteri TB. Bisanya hal ini terjadi pada daerah artikel atau segmen postarior lobus superior, 10-20 mm dari pleura dan segmen apikel lobus interior.Hal ini mungkin disebabkan oleh kaadar oksigen yang tinggi didaerah ini sehingga mengungtungkan untuk pertumbuhan penyakit TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru . Kerusakan paru disebabkan oleh produksi sitokin yang berlebihan . Kavitas diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal dan berisi pembuluh darah vulmonal. Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergilus yang menumbuhkan micotema(isa,2001).

V. Patofisiologi

Port deentri kuman mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan,saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit.Kebanyakan infeksi terjadi melalui udara (air bone) yaitu melalui inhalasi dropplet yang mengandung kuman-kuman basil tubercle yang terinfeksi.
Basil tubercle yang mencapai alveolus biasanya diinhalasi terdiri satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung bertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.Setelah berada dalam ruang alveolus yaitu bawah an mengakibatkan peradangan.Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria,namun tidak membunuh organisme tersebut.
Sesudah hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembangbiak di dalam sel.Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tubercle epiteloit,yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-20 hr.

Penyebaran basil TBC dari orang yang terinfeksi
bisa dengan cara batuk, bicara dan tertawa
               
Basil TBC dalam percikan air ludah
               
Intisel basil TBC dihisap oleh Host
               
Basil TBC masuk melalui jalan nafas dan menempel
pada permukaan alveoli
               
Basil mulai berkembang ke daerah seluruh permukaan
dari Broncus
               
Mengakibatkan peradangan atau imflamasi
               
Terjadi kerusakan yang cepat pada daerah alveoli
dan seluruh bagian dari Broncus dan terjadi
perluasan infeksi
VI. Tanda dan gejala

Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:

a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2.   Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

VII. Pemeriksaan diagnosis

a) Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan Rontgen thoraks ,sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan suatu kelainan pada paru.
Pemeriksaan Rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAI,apakah sama baiknya dengan respon klien.Penyembuhan yang lengkap seringkali terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap.

b) Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB inaktif/stabil yang ditunjukan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler, pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan berkas bronkhovaskular, bronkhiektasis, dan emfisema perisikatrisial. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya pembentukan kavitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen Thoraks biasa.

c) Radiologis TB Paru Milier
TB milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal sebelum penggunaan OAT.
Hasil pemeriksaan Rontgen thoraks bergantung pada ukuran dan jumlah tuberkel milier. Pada beberapa klien TB milier, tidak ada lesi yang terlihat pada hasil Rontgen thoraks, tetapi ada beberapa kasus, bentuk milier klasik berkembang seiring dengan perjalanan penyakitnya.

d) Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit TB diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi melalui isolasi bakteri.Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu dengan yang lainya harus dilihat sifat koloni,waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan percobaan,dan perbedaan kepekaan kulit terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium.
Bahan untuk pemeriksaan isolasi Mycobacterium TB adalah :
1.Sptum klien
2.Urine
3.Cairan kumbah lambung. Bahan-bahan lain seperti,pus,cairan serebrospinal(sumsum tulang belakang),cairan pleura,jaringan tubuh,feses,dan swab tenggorok.
pemeriksaan darah yang dapat menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju endap darah (LED).Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan imunoglobulin terutama IgG dan IgA(Loman,2001).

VIII. Penatalaksanaan medis

Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga bagian:
a) Pencegahan Tuberkulosis Paru
Pemeriksaan kontak,yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita TB paru BTA positif. Mass chest X-ray,yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok populasi tertentu misalnya:
Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan Penghuni rumah tahanan
Siswa-siswi pesantren,Vaksinasi BCG, yaitu reaksi positif jika setelah mendapat vaksinasi BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7hr setelah penyuntikan. Kemoprokfilaksis,yaitu dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6-12bln dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.
Komunikasi,informasi,dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis ke pada masyarakat di tingkat puskesmas maupun rumah sakit oleh petugas pemerintah atau petugas LSM.

b) Pengobatan Tuberkolosis Paru
Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati,juga untuk mencegah kematian,kekambuhan,resistensi terhadap OAT,serta memutuskan mata rantai penularan.

c) Penatalaksanaan Terapeutik
Nutrisi adekuatKemoterapi :
Isoniazid (INH) sebagai bakterisidial terhadap basil yang tumbuh aktif diberikan selama 18-24bln,dosis 10-20 mg/kg BB /hr melalui oral.
Kombinasi (NH,rifampicin,dan pyrazinamid) diberikan selama 6bln.
Obat tambahan antara lain streptomycin (diberikan intramuskuler) dan ethambutol.
Terapi kortikosteroid diberikan bersamaan dengan obat anti TB,untuk mengurangi respon peradangan,misalnya pada meningitis.
Pembedahan dilakukan jika kemoterapi tidak berhasil.Dilakukan dengan mengangkat jaringan paru yang rusak.
Pencegahan :
Menghindari kontak dengan orang yang terifeksi basil TB,pertahanan intake nutrisi yang yang adekuat.Pemberian imunisasi BCG untuk menigkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi basil TB virulen.

IX. Komplikasi
a.  Bronkopnemonia.
b.  Efusi Pleural.
c.  Inflamasi difusi luas.
d.  Nekrosis.
e.  Distress pernapasan.

X. Diagnosa keperawatan
Diagnosa yang sering muncul sehubungan dengan Tuberkulosis Paru adalah (Marilynn E. Doenges, 2000: 240):

a. Bersihan  jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukus dan kurangnya upaya batuk.
b.Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen.
d. Ketidakeffektipan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder tehadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
 dan penatalaksanaan perawatan rumah.

XI. Intervensi keperawatan.
a. Bersihan  jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukus dan kurangnya upaya batuk.
Tujuan: jalan nafas menjadi efektif.
Kriteria evaluasi:
1. Mengeluarkan secret tanpa bantuan.
2. Mempertahankan jalan nafas pasien.
3. Menunjukan prilaku memperbaiki kebersihan jalan nafas
      
intervensi
1.Kaji fungsi pernafasan.Contoh: bunyi nafas dan kecepatan.
2.Catat kemampuan untuk  mengeluarkan mukosa/  batuk efektif, catat jumlah sputum, adanya hemoptisis.
3.Bantu klien untuk latihan nafas dalam.
rasional
1.Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronchi dapat menunjukan akumulasi sekret.
2.Ketidakmampuan mengeluarkan mukus menjadikan timbulnya kongesti berlebihan pada saluran pernafasan.
3.Meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas yang lebih besar.

b.Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.
Tujuan: tidak terjadi pertukaran gas
Kriteria eveluasi:
1. Klien mengatakan tidak adanya dispnoe.
2. Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.
3. Bebas dari gejala distress pernafasan.
intervensi
1.Kaji dispnoe, takipnea, menurunya bunyi nafas, terbatasnya ekspansi dinding dada dan kelemahan.
2.Evaluasi pada tingkat kesadaran
3.Dorong bernafas bibir selama ekshalasi.
rasional
1.TB paru menyebabkan efek luas pada paru, efek pernafasan dapat jadi ringan sampai ke berat.
2.Akumulasi sekret sangat berpengaruh pada jalan nafas dan oksigenasi sehingga berpengaruh pada tanda-tanda vital.
3.Membuat tahanan melawan udara luar.

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen.
Tujuan: tidak terjadi transmisi penyakit.
Kriteria evaluasi:
1. Menurunkan penyebaran resiko infeksi.
2. Melakukan pola perubahan hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

intervensi
1.Kaji patologi penyakit dan potensial penyebab infeksi.
2.Identifikasi orang yang beresiko
3.Anjurkan klien jika batuk dan bersin menggunakan tisu sekali pakai
rasional
1.Membantu pasien menyadari perlunya program pengobatan dan tahu cara penyebaran penyakit.
2.Orang yang terpejan perlu program pengobatan untuk mencegah infeksi.
3.Perilaku yang diperlukan untuk mencegah infeksi.

d. ketidakeffektipan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder tehadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
tujuan:dalam 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola nafas kembali effektif
kriteria hasil:
klien mampu melakukan batuk effektif
irama, frequensi dan kedalaman nafas dalam batas normal

intervensi:
1.mengidentifikasi faktor penyebab
2.kaji fungsi pernapasan,catat kecepatan pernapasan
3.auskultasi bunyi nafas
Rasional:
1.dengan mengidentifikasi penyebab kita dapat menentukan jenis efusi pleura dan dapat mengambil tindakan yang tepat
2.perubahan tanda vital dan distress pernapasan dapat memberikan tanda adanya stress fisiologis dan nyeri atau terjadinya syok akibat hipoksia
3.bunyi nafas dapat menurun atau tak ada pada area kolaps yang meliputi satu lobus,segmen paru atau seluruh area paru(unilateral).



                                     Daftar pustaka

Arif mutaqqin.2007. asuhan keperawatan klien gangguan sistem pernapasan,aplikasi pada praktik klinik keperawatan.

Mansjoer, Arif, dkk.(2000). Kapita selekta kedokteran edisi ketiga jilid 1. Jakarta : FKUI.

Doenges, ME at.all., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Price, S., & Wilson. (2003). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses Proses Penyakit, Edisi.2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

Brunner & Suddarth, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Volume 1 & 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran : EGC.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar